Biografi Presiden Soeharto

Kali ini kita akan membahas tentang biografi Presiden Soeharto. Presiden RI kedua setelah Bung Karno. Pak Harto lebih dikenal dengan sebutan Bapak Pembangunan karena memang pembangunan selama beliau menjabat presiden memang benar-benar pesat. Hampir seluruh wilayah Indonesia mampu menikmati listrik. Pembangunan infrastruktur juga demikian cepatnya ternyata dirasakan hampir seluruh rakyat Indonesia.

Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah.

Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun, tetapi sering pindah. Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke Wuryantoro. Soeharto dititipkan di rumah adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo, seorang mantri tani.


Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941. Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran.

Perkawinan Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.

Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki perjalanan panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di kemiliteran, Pak Harto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel.

Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman. Selain itu juga pernah menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).

Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI. Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno. Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.

Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967, menunjuk Pak Harto sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan diri, 21 Mei 1998.

residen RI Kedua HM Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008. Jenderal Besar yang oleh MPR dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, itu meninggal dalam usia 87 tahun setelah dirawat selama 24 hari (sejak 4 sampai 27 Januari 2008) di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta.

Berita wafatnya Pak Harto pertama kali diinformasikan Kapolsek Kebayoran Baru, Kompol. Dicky Sonandi, di Jakarta, Minggu (27/1). Kemudian secara resmi Tim Dokter Kepresidenan menyampaikan siaran pers tentang wafatnya Pak Harto tepat pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008 di RSPP Jakarta akibat kegagalan multi organ.

Kemudian sekira pukul 14.40, jenazah mantan Presiden Soeharto diberangkatkan dari RSPP menuju kediaman di Jalan Cendana nomor 8, Menteng, Jakarta. Ambulan yang mengusung jenazah Pak Harto diiringi sejumlah kendaraan keluarga dan kerabat serta pengawal. Sejumlah wartawan merangsek mendekat ketika iring-iringan kendaraan itu bergerak menuju Jalan Cendana, mengakibatkan seorang wartawati televisi tertabrak.

Di sepanjang jalan Tanjung dan Jalan Cendana ribuan masyarakat menyambut kedatangan iringan kendaraan yang membawa jenazah Pak Harto. Isak tangis warga pecah begitu rangkaian kendaraan yang membawa jenazah mantan Presiden Soeharto memasuki Jalan Cendana, sekira pukul 14.55, Minggu (27/1).

Seementara itu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah menteri yang tengah mengikuti rapat kabinet terbatas tentang ketahanan pangan, menyempatkan mengadakan jumpa pers selama 3 menit dan 28 detik di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu (27/1). Presiden menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas wafatnya mantan Presiden RI Kedua Haji Muhammad Soeharto.

sumber referensi :
kolom-biografi

Biografi Lengkap BJ Habibie




Pada postingan kali ini kita akan menguraikan tentang Biografi Lengkap BJ Habibie, Bapak Teknolgy Indonesia yang sekaligus Presiden RI ketiga, semoga dengan postingan ini mampu mengingatkan kita pada jasa-jasa beliau. Biografi ini menceritakan sejak beliau masih muda sampai saat ini.

Masa Muda

Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ Habibie (73 tahun) merupakan pria Pare-Pare (Sulawesi Selatan) kelahiran 25 Juni 1936. Habibie menjadi Presiden ke-3 Indonesia selama 1.4 tahun dan 2 bulan menjadi Wakil Presiden RI ke-7. Habibie merupakan “blaster” antara orang Jawa [ibunya] dengan orang Makasar/Pare-Pare [ayahnya].
Foto : BJ Habibie

Foto : BJ Habibie

Dimasa kecil, Habibie telah menunjukkan kecerdasan dan semangat tinggi pada ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya Fisika. Selama enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB), dan dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman pada 1955. Dengan dibiayai oleh ibunya, R.A. Tuti Marini Puspowardoyo, Habibie muda menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan studi S-1 hingga S-3 di Aachen-Jerman.

Berbeda dengan rata-rata mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa di luar negeri, kuliah Habibie (terutama S-1 dan S-2) dibiayai langsung oleh Ibunya yang melakukan usaha catering dan indekost di Bandung setelah ditinggal pergi suaminya (ayah Habibie). Habibie mengeluti bidang Desain dan Konstruksi Pesawat di Fakultas Teknik Mesin. Selama lima tahun studi di Jerman akhirnya Habibie memperoleh gelar Dilpom-Ingenenieur atau diploma teknik (catatan : diploma teknik di Jerman umumnya disetarakan dengan gelar Master/S2 di negara lain) dengan predikat summa cum laude.

Pak Habibie melanjutkan program doktoral setelah menikahi teman SMA-nya, Ibu Hasri Ainun Besari pada tahun 1962. Bersama dengan istrinya tinggal di Jerman, Habibie harus bekerja untuk membiayai biaya kuliah sekaligus biaya rumah tangganya. Habibie mendalami bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang. Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks prestasi summa cum laude.

Karir di Industri

Selama menjadi mahasiswa tingkat doktoral, BJ Habibie sudah mulai bekerja untuk menghidupi keluarganya dan biaya studinya. Setelah lulus, BJ Habibie bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm atau MBB Hamburg (1965-1969 sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang, dan kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB (1969-1973). Atas kinerja dan kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia dipercaya sebagai Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978 serta menjadi Penasihast Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB (1978 ). Dialah menjadi satu-satunya orang Asia yang berhasil menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang Jerman ini.

Sebelum memasuki usia 40 tahun, karir Habibie sudah sangat cemerlang, terutama dalam desain dan konstruksi pesawat terbang. Habibie menjadi “permata” di negeri Jerman dan iapun mendapat “kedudukan terhormat”, baik secara materi maupun intelektualitas oleh orang Jerman. Selama bekerja di MBB Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian dan sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang Thermodinamika, Konstruksi dan Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang seperti “Habibie Factor“, “Habibie Theorem” dan “Habibie Method“.

Kembali ke Indonesia

Pada tahun 1968, BJ Habibie telah mengundang sejumlah insinyur untuk bekerja di industri pesawat terbang Jerman. Sekitar 40 insinyur Indonesia akhirnya dapat bekerja di MBB atas rekomendasi Pak Habibie. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan skill dan pengalaman (SDM) insinyur Indonesia untuk suatu saat bisa kembali ke Indonesia dan membuat produk industri dirgantara (dan kemudian maritim dan darat). Dan ketika (Alm) Presiden Soeharto mengirim Ibnu Sutowo ke Jerman untuk menemui seraya membujuk Habibie pulang ke Indonesia, BJ Habibie langsung bersedia dan melepaskan jabatan, posisi dan prestise tinggi di Jerman. Hal ini dilakukan BJ Habibie demi memberi sumbangsih ilmu dan teknologi pada bangsa ini. Pada 1974 di usia 38 tahun, BJ Habibie pulang ke tanah air. Iapun diangkat menjadi penasihat pemerintah (langsung dibawah Presiden) di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi hingga tahun 1978. Meskipun demikian dari tahun 1974-1978, Habibie masih sering pulang pergi ke Jerman karena masih menjabat sebagai Vice Presiden dan Direktur Teknologi di MBB.

Habibie mulai benar-benar fokus setelah ia melepaskan jabatan tingginya di Perusahaan Pesawat Jerman MBB pada 1978. Dan sejak itu, dari tahun 1978 hingga 1997, ia diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus merangkap sebagai Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Disamping itu Habibie juga diangkat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional dan berbagai jabatan lainnya.

Pesawat CN-235 milik Angkatan Udara Turki
Pesawat CN-235 karya IPTN milik AU Spanyol

Ketika menjadi Menristek, Habibie mengimplementasikan visinya yakni membawa Indonesia menjadi negara industri berteknologi tinggi. Ia mendorong adanya lompatan dalam strategi pembangunan yakni melompat dari agraris langsung menuju negara industri maju. Visinya yang langsung membawa Indonesia menjadi negara Industri mendapat pertentangan dari berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri yang menghendaki pembangunan secara bertahap yang dimulai dari fokus investasi di bidang pertanian. Namun, Habibie memiliki keyakinan kokoh akan visinya, dan ada satu “quote” yang terkenal dari Habibie yakni :

“I have some figures which compare the cost of one kilo of airplane compared to one kilo of rice. One kilo of airplane costs thirty thousand US dollars and one kilo of rice is seven cents. And if you want to pay for your one kilo of high-tech products with a kilo of rice, I don’t think we have enough.” (Sumber : BBC: BJ Habibie Profile -1998.)

Kalimat diatas merupakan senjata Habibie untuk berdebat dengan lawan politiknya. Habibie ingin menjelaskan mengapa industri berteknologi itu sangat penting. Dan ia membandingkan harga produk dari industri high-tech (teknologi tinggi) dengan hasil pertanian. Ia menunjukkan data bahwa harga 1 kg pesawat terbang adalah USD 30.000 dan 1 kg beras adalah 7 sen (USD 0,07). Artinya 1 kg pesawat terbang hampir setara dengan 450 ton beras. Jadi dengan membuat 1 buah pesawat dengan massa 10 ton, maka akan diperoleh beras 4,5 juta ton beras.

Pola pikir Pak Habibie disambut dengan baik oleh Pak Harto.Pres. Soeharto pun bersedia menggangarkan dana ekstra dari APBN untuk pengembangan proyek teknologi Habibie. Dan pada tahun 1989, Suharto memberikan “kekuasan” lebih pada Habibie dengan memberikan kepercayaan Habibie untuk memimpin industri-industri strategis seperti Pindad, PAL, dan PT IPTN.

Habibie menjadi RI-1

Secara materi, Habibie sudah sangat mapan ketika ia bekerja di perusahaan MBB Jerman. Selain mapan, Habibie memiliki jabatan yang sangat strategis yakni Vice President sekaligus Senior Advicer di perusahaan high-tech Jerman. Sehingga Habibie terjun ke pemerintahan bukan karena mencari uang ataupun kekuasaan semata, tapi lebih pada perasaan “terima kasih” kepada negara dan bangsa Indonesia dan juga kepada kedua orang tuanya. Sikap serupa pun ditunjukkan oleh Kwik Kian Gie, yakni setelah menjadi orang kaya dan makmur dahulu, lalu Kwik pensiun dari bisnisnya dan baru terjun ke dunia politik. Bukan sebaliknya, yang banyak dilakukan oleh para politisi saat ini yang menjadi politisi demi mencari kekayaan/popularitas sehingga tidak heran praktik korupsi menjamur.

Tiga tahun setelah kepulangan ke Indonesia, Habibie (usia 41 tahun) mendapat gelar Profesor Teknik dari ITB. Selama 20 tahun menjadi Menristek, akhirnya pada tanggal 11 Maret 1998, Habibie terpilih sebagai Wakil Presiden RI ke-7 melalui Sidang Umum MPR. Di masa itulah krisis ekonomi (krismon) melanda kawasan Asia termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah terjun bebas dari Rp 2.000 per dolar AS menjadi Rp 12.000-an per dolar. Utang luar negeri jatuh tempo sehinga membengkak akibat depresiasi rupiah. Hal ini diperbarah oleh perbankan swasta yang mengalami kesulitan likuiditas. Inflasi meroket diatas 50%, dan pengangguran mulai terjadi dimana-mana.

Pada saat bersamaan, kebencian masyarakat memuncak dengan sistem orde baru yang sarat Korupsi, Kolusi, Nepotisme yang dilakukan oleh kroni-kroni Soeharto (pejabat, politisi, konglomerat). Selain KKN, pemerintahan Soeharto tergolong otoriter, yang menangkap aktivis dan mahasiswa vokal.

Dipicu penembakan 4 orang mahasiswa (Tragedi Trisakti) pada 12 Mei 1998, meletuslah kemarahan masyarakat terutama kalangan aktivis dan mahasiswa pada pemerintah Orba. Pergerakan mahasiswa, aktivis, dan segenap masyarakat pada 12-14 Mei 1998 menjadi momentum pergantian rezim Orde Baru pimpinan Pak Hato. Dan pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto terpaksa mundur dari jabatan Presiden yang dipegangnya selama lebih kurang 32 tahun. Selama 32 tahun itulah, pemerintahan otoriter dan sarat KKN tumbuh sumbur. Selama 32 tahun itu pula, banyak kebenaran yang dibungkam. Mulai dari pergantian Pemerintah Soekarno (dan pengasingan Pres Soekarno), G30S-PKI, Supersemar, hingga dugaan konspirasi Soeharto dengan pihak Amerika dan sekutunya yang mengeruk sumber kekayaan alam oleh kaum-kaum kapitalis dibawah bendera korpotokrasi (termasuk CIA, Bank Duni, IMF dan konglomerasi).

Soeharto mundur, maka Wakilnya yakni BJ Habibie pun diangkat menjadi Presiden RI ke-3 berdasarkan pasal 8 UUD 1945. Namun, masa jabatannya sebagai presiden hanya bertahan selama 512 hari. Meski sangat singkat, kepemimpinan Presiden Habibie mampu membawa bangsa Indonesia dari jurang kehancuran akibat krisis. Presiden Habibie berhasil memimpin negara keluar dari dalam keadaan ultra-krisis, melaksanankan transisi dari negara otorian menjadi demokrasi. Sukses melaksanakan pemilu 1999 dengan multi parti (48 partai), sukses membawa perubahan signifikn pada stabilitas, demokratisasi dan reformasi di Indonesia.

Habibie merupakan presiden RI pertama yang menerima banyak penghargaan terutama di bidang IPTEK baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Jasa-jasanya dalam bidang teknologi pesawat terbang mengantarkan beliau mendapat gelar Doktor Kehormatan (Doctor of Honoris Causa) dari berbagaai Universitas terkemuka dunia, antara lain Cranfield Institute of Technology dan Chungbuk University.
Catatan-Catatan Istimewa BJ Habibie

Habibie Bertemu Soeharto

“Laksanakan saja tugasmu dengan baik, saya doakan agar Habibie selalu dilindungi Allah SWT dalam melaksanakan tugas. Kita nanti bertemu secara bathin saja“, lanjut Pak Harto menolak bertemu dengan Habibie pada pembicaraan via telepon pada 9 Juni 1998.

(Habibie : Detik-Detik yang Menentukan. Halaman 293)

Salah satu pertanyaan umum dan masih banyak orang tidak mengetahui adalah bagaimana Habibie yang tinggal di Pulau Celebes bisa bertemu dan akrab dengan Soeharto yang menghabiskan hampir seluruh hidupnya di Pulau Jawa?

Pertemuan pertama kali Habibie dengan Soeharto terjadi pada tahun 1950 ketika Habibie berumur 14 tahun. Pada saat itu, Soeharto (Letnan Kolonel) datang ke Makasar dalam rangka memerangi pemberontakan/separatis di Indonesia Timur pada masa pemerintah Soekarno. Letkol Soeharto tinggal berseberangan dengan rumah keluarga Alwi Abdul Jalil Habibie. Karena ibunda Habibie merupakan orang Jawa, maka Soeharto pun (orang Jawa) diterima sangat baik oleh keluarga Habibie. Bahkan, Soeharto turut hadir ketika ayahanda Habibie meninggal. Selain itu, Soeharto pun menjadi “mak comblang” pernikahan adik Habibie dengan anak buah (prajurit) Letkol Soeharto. Kedekatan Soeharto-Habibie terus berlanjut meskipun Soeharto telah kembali ke Pulau Jawa setelah berhasil memberantas pemberontakan di Indonesia Timur.

Setelah Habibie menyelesaikan studi (sekitar 10 tahun) dan bekerja selama hampir selama 9 tahun (total 19 tahun di Jerman), akhirnya Habibie dipanggil pulang ke tanah air oleh Pak Harto. Meskipun ia tidak mendapat beasiswa studi ke Jerman dari pemerintah, pak Habibie tetap bersedia pulang untuk mengabdi kepada negara, terlebih permintaan tersebut berasal dari Pak Harto yang notabene adalah ‘seorang guru’ bagi Habibie. Habibie pun memutuskan kembali ke Indonesia untuk memberi ilmu kepada rakyat Indonesia, kembali untuk membangun industri teknologi tinggi di nusantara.

Bersama Ibnu Sutowo, Habibie kembali ke Indonesia dan bertemu dengan Presiden Soeharto pada tanggal 28 Januari 1974. Habibie mengusulkan beberapa gagasan pembangunan seperti berikut:

* Gagasan pembangunan industri pesawat terbang nusantara sebagai ujung tombak industri strategis
* Gagasan pembentukan Pusat Penelitan dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek)
* Gagasan mengenai Badan Pengkajian dan Penerapan Ilmu Teknologi (BPPT)

Gagasan-gagasan awal Habibie menjadi masukan bagi Soeharto, dan mulai terwujud ketika Habibie menjabat sebagai Menristek periode 1978-1998.

Namun, dimasa tuanya, hubungan Habibie-Soeharto tampaknya retak. Hal ini dikarenakan berbagai kebijakan Habibie yang disinyalir “mempermalukan” Pak Harto. Pemecatan Letjen (Purn) Prabowo Subianto dari jabatan Kostrad karena memobilisasi pasukan kostrad menuju Jakarta (Istana dan Kuningan) tanpa koordinasi atasan merupakan salah satu kebijakan yang ‘menyakitkan’ pak Harto. Padahal Prabowo merupakan menantu kesayangan Pak Harto yang telah dididik dan dibina menjadi penerus Soeharto. Pemeriksaan Tommy Soeharto sebagai tersangka korupsi turut membuat Pak Harto ‘gerah’ dengan kebijakan pemerintahan BJ Habibe, terlebih dalam beberapa kali kesempatan di media massa, BJ Habibie memberi lampu hijau untuk memeriksa Pak Harto. Padahal Tommy Soeharto merupakan putra “emas’ Pak Harto. Dan sekian banyak kebijakan berlawanan dengan pemerintah Soeharto dibidang pers, politik, hukum hingga pembebasan tanpa syarat tahanan politik Soeharto seperti Sri Bintang Pamungkas dan Mukhtar Pakpahan.

Habibie : Bapak Teknologi Indonesia*

Pemikiran-pemikiran Habibie yang “high-tech” mendapat “hati” pak Harto. Bisa dikatakan bahwa Soeharto mengagumi pemikiran Habibie, sehingga pemikirannya dengan mudah disetujui pak Harto. Pak Harto pun setuju menganggarkan “dana ekstra” untuk mengembangkan ide Habibie. Kemudahan akses serta kedekatan Soeharto-Habibie dianggap oleh berbagai pihak sebagai bentuk kolusi Habibie-Soeharto. Apalagi, beberapa pihak tidak setuju dengan pola pikir Habibie mengingat pemerintah Soeharto mau menghabiskan dana yang besar untuk pengembangan industri-industri teknologi tinggi seperti saran Habibie.

Tanggal 26 April 1976, Habibie mendirikan PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio dan menjadi industri pesawat terbang pertama di Kawasan Asia Tenggara (catatan : Nurtanio meruapakan Bapak Perintis Industri Pesawat Indonesia). Industri Pesawat Terbang Nurtanio kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober 1985, kemudian direkstrurisasi, menjadi Dirgantara Indonesia (PT DI) pada Agustuts 2000. Perlakuan istimewapun dialami oleh industri strategis lainnya seperti PT PAL dan PT PINDAD.

Sejak pendirian industri-industri statregis negara, tiap tahun pemerintah Soeharto menganggarkan dana APBN yang relatif besar untuk mengembangkan industri teknologi tinggi. Dan anggaran dengan angka yang sangat besar dikeluarkan sejak 1989 dimana Habibie memimpin industri-industri strategis. Namun, Habibie memiliki alasan logis yakni untuk memulai industri berteknologi tinggi, tentu membutuhkan investasi yang besar dengan jangka waktu yang lama. Hasilnya tidak mungkin dirasakan langsung. Tanam pohon durian saja butuh 10 tahun untuk memanen, apalagi industri teknologi tinggi. Oleh karena itu, selama bertahun-tahun industri strategis ala Habibie masih belum menunjukan hasil dan akibatnya negara terus membiayai biaya operasi industri-industri strategis yang cukup besar.

Industri-industri strategis ala Habibie (IPTN, Pindad, PAL) pada akhirnya memberikan hasil seperti pesawat terbang, helikopter, senjata, kemampuan pelatihan dan jasa pemeliharaan (maintenance service) untuk mesin-mesin pesawat, amunisi, kapal, tank, panser, senapan kaliber, water canon, kendaraan RPP-M, kendaraan combat dan masih banyak lagi baik untuk keperluan sipil maupun militer.

Untuk skala internasional, BJ Habibie terlibat dalam berbagai proyek desain dan konstruksi pesawat terbang seperti Fokker F 28, Transall C-130 (militer transport), Hansa Jet 320 (jet eksekutif), Air Bus A-300, pesawat transport DO-31 (pesawat dangn teknologi mendarat dan lepas landas secara vertikal), CN-235, dan CN-250 (pesawat dengan teknologi fly-by-wire). Selain itu, Habibie secara tidak langsung ikut terlibat dalam proyek perhitungan dan desain Helikopter Jenis BO-105, pesawat tempur multi function, beberapa peluru kendali dan satelit.

Panser 6x6 Buatan Pindad

Karena pola pikirnya tersebut, maka saya menganggap beliau sebagai bapak teknologi Indonesia, terlepaskan seberapa besar kesuksesan industri strategis ala Habibie. Karena kita tahu bahwa pada tahun 1992, IMF menginstruksikan kepada Soeharto agar tidak memberikan dana operasi kepada IPTN, sehingga pada saat itu IPTN mulai memasuki kondisi kritis. Hal ini dikarenakan rencana Habibie membuat satelit sendiri (catatan : tahun 1970-an Indonesia merupakan negara terbesar ke-2 pemakaian satelit), pesawat sendiri, serta peralatan militer sendiri. Hal ini didukung dengan 40 0rang tenaga ahli Indonesia yang memiliki pengalaman kerja di perusahaan pembuat satelit Hughes Amerika akan ditarik pulang ke Indonesia untuk mengembangkan industri teknologi tinggi di Indonesia. Jika hal ini terwujud, maka ini akan mengancam industri teknologi Amerika (mengurangi pangsa pasar) sekaligus kekhawatiran kemampuan teknologi tinggi dan militer Indonesia.

Teori Pembangunan Ekonomi Habibie

Menjadi pimpinan di Industri Pesawat Terbang skala besar di Jerman selama bertahun-tahun memberikan inspirasi dan mempengaruhi pemikiran Habibie. Berlandaskan pengalaman itu, Habibie memiliki keyakinan bahwa untuk bisa menjadi negara maju tidak selalu perlu melewati “tahap-tahap” pembangunan yakni pertanian/agraris industri pengolahan pertanian, manufaktur, industri teknologi rendah/menengah baru ke teknologi tinggi. Ia mengemukan teori pembangunan ekonomi negara yang berbeda yakni “Dari negara agraris langsung melompat ke tahap negara industri teknologi tinggi”, tanpa harus menunggu dan melewati kematangan indsutri pertanian, atau tahapan industri manufaktur serta teknologi rendah.

“The basis of any modern economy is in their capability of using their renewable human resources. The best renewable human resources are those human resources which are in a position to contribute to a product which uses a mixture of high-tech.” (Sumber : BBC: BJ Habibie Profile -1998.)

Dari teori pembangunan ekonomi tersebut, Habibie sangat menekankan pada kualitas SDM bukan semata SDA. Dengan meningkatkan sumber daya manusia (human resources), maka kita dapat membuat produk berteknologi tinggi dimana memiliki nilai jual yang tinggi. Hal ini pun akan mentriger berdirinya perusahaan-perusahaan pendukung dengan teknologi lebih rendah. Jadi, prinsip pembangunan industri ala Habibie adalah Top-Down (dari tinggi hingga ke rendah). Sedangkan secara konvensional adalah dari Down-Top (dari industri teknologi rendah ke teknologi tinggi).

Selama masa pengabdiannya di Indonesia, Habibie memegang 47 jabatan penting seperti : Direkur Utama (Dirut) PT. Industri Pesawat Terbang Nasional (IPTN), Dirut PT Industri Perkapalan Indonesia (PAL), Dirut PT Industri Senjata Ringan (PINDAD), Kepala Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, Kepala BPPT, Kepala BPIS, Ketua ICMI, dan masih banyak lagi.

Habibie : Bapak Demokrasi Indonesia

Ketika mendapat amanah menjadi Presiden RI ke-3, kondisi ekonomi, sosial, stabilitas politik, keamanan di Indonesia berada di ujung tanduk “revolusi”. Dengan mengambil kebijakan yang salah serta pengelolaan ekonomi yang tidak tepat, maka Indonesia 1998 berpotensi masuk dalam era “chaos” ataupun revolusi berdarah. (catatan : perlu diingat bahwa reformasi 1998 menelan ratusan bahkan ribuan korban pembunuhan dan pemerkosaan serta serangkaian kerusuhan, penjarahan, pembakaran, yang terutama ditujukan pada etnis Tionghoa). Untungnya di tahun 1998, Indonesia tidak masuk dalam era revolusi jilid-2 namun hanya masuk dalam era reformasi.

Belajar dari kesalahan presiden pendahulunya, Jenderal Soeharto, Presiden Habibie memimpin Indonesia dengan cermat, cepat, telaten, rasional dan reformis. Habibie menunjukkan perhatiannya terhadap keinginan bangsa untuk lebih mengerti dan menerapkan prinsip umum demokrasi. Perhatiannya didasarkan pada pengamatan Habibie pada pemerintahan Orde Lama dan sebagai pejabat pada masa Orde Baru, dimana telah mengarahkan beliau untuk mempelajari situasi yang ada. Melalui proses yang sistematik, menyeluruh, dan menyatu, Habibie mengembangkan sebuah konsep yang lebih jelas, sebuah pengejewantahan dari proaktif dan prediksi preventive atas interpretasi dari demokrasi sebagai sebuah mesin politik. Konsep ini kemudian diimplementasikan dalam berbagai agenda politik, ekonomi, hukum dan keamanan seperti:

* Kebebasan multi partai dalam pemilu (UU 2 tahun 1999)
* Undang Undang anti monopoli (UU 5 tahun 1999)
* Kebijakan Independensi BI agar bebas dari pengaruh Presiden (UU 23 tahun 1999)
* Kebebasan berkumpul dan berbicara, (selanjutnya masyarakat lebih mengenal istilah demonstrasi)
* Pengakuan Hak Asasi Manusia (UU 39 tahun 1999)
* Kebebasan pers dan media,
* Usaha usaha menciptakan pemerintahan yang efektif dan efisien yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme atau dengan kata lain adalah pemerintahan yang baik dan bersih. (Membuat UU Pemberantasan Tindak Korupsi pada tahun 1999)
* Penghormatan terhadap badan badan hukum dan berbagai institusi lainnya yang dibentuk atas prinsip demokrasi;
* Pembebasan tahanan-tahanan politik tanpa syarat, (eg. Sri Bintang Pamungkas dan Muktar Pakpahan)
* Pemisahan Kesatuan Polisi dari Angkatan Bersenjata.

Dalam waktu yang relatif singkat sebagai Presiden RI, Habibie telah memelihara pandangan modern beliau dalam demokrasi dan mengimplementasikannya dalam setiap proses pembuatan keputusan. Peran penting Habibie dalam percepatan proses demokrasi di Indonesia dikenal baik oleh masyarakat nasional ataupun internasional sehingga beliau dianggap sebagai “Bapak Demokrasi“. Komitmen beliau terhadap demokrasi adalah nyata. Ketika MPR, institusi tertinggi di Indonesia yang memiliki wewenang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, menolak pidato pertanggung-jawaban Habibie (masalah referendum Timor-Timur), Habibie secara berani mengundurkan diri dari pemilihan Presiden yang baru pada tahun 1999. Beliau melakukan ini, selain penolakan MPR atas pidatonya tidak mengekang beliau untuk terus ikut serta dalam pemilihan, dan keyakinan dari pendukung beliau bahwa beliau akan tetap bisa unggul dari kandidat Presiden lainnya, karena yakin bahwa sekali pidatonya ditolak oleh MPR akan menjadi tidak etis baginya untuk terus ikut dalam pemilihan. Keputusan ini juga dimaksudkan sebagai pendidikan politik dari arti sebuah demokrasi.

Karena “demokratis”-nya Habibie, maka iapun memberikan opsi referendum bagi rakyat Timor-Timur untuk menentukan sikap masa depannya. Namun, perlu dicatat bahwa Habibie bukanlah orang yang bodoh dengan mudah memberikan opsi referendum tanpa alasan yang jelas dan tepat. Habibie sebagai Presiden RI memberikan opsi referendum kepada rakyat Timor-Timur mengingat bahwa Timor-Timur tidak masuk dalam peta wilayah Indonesia sejak deklarasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Secara yuridis, wilayah kesatuan negara Indonesai sejak 17 Agustus 1945 adalah wilayah bekas kekuasaan kolonialisme Belanda yakni dari Sabang (Aceh) hingga Merauke (Irian Jaya/ Papua). Ketika Indonesia merdeka, Timor-Timur merupakan wilayah jajahan Portugis, dan bergabung bersama Indonesia dengan dukungan kontak senjata.

Bagi sebagian orang menganggap bahwa masuknya militer Indonesia di Timor-Timur merupakan bentuk neo-kolonialisme baru (penjajahan modern) dari Indonesia pada tahun 1975. Seharusnya Indonesia tidak ikut campur pada proses kemerdekaan Timor-Timur dari penjajahan Portugis. Jadi, kita dapat memahami dibalik landasan Habibie dimana provinsi Timor-Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perlu dicatat bahwa kasus Aceh dan Papua berbeda dengan Timor-Timur.

Habibie : Master of Economic

Sejak era reformasi 1998, tampaknya hanya Habibie yang menjadi presiden yang benar-benar sukses mengelola ekonomi dengan baik. Dalam kondisi yang amburadul, kacau balau baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan tiada hari tanpa demonstrasi, Habibie mampu membawa ekonomi Indonesia yang lebih baik.

Meskipun Presiden Singapura Lee Kuan Yeew berusaha mendiskritkan kemampuan Habibie untuk memimpin Indonesia, toh Habibie menunjukkan bukti. Ketika banyak orang yang menyangsikan bahwa Habibie mampu bertahan selama 3 hari sebagai Presiden, namun semua dapat dilalui. Lalu, pihak-pihak yang tidak suka dengan Habibie pun menyampaikan opini bahwa Habibie tidak mampu bertahan lebih dari 100 hari. Sekali lagi, Habibie membuktikan bahwa ia mampu memimpin Indonesia dalam kondisi kritis.

Dari nilai tukar rupiah Rp 15000 per dollar diawal jabatannya, Habibie mampu membawa nilai tukar rupiah ke posisi Rp 7000 per dollar. Ketika inflasi mencapai 76% pada periode Januari-September 1998, setahun kemudian Habibie mampu mengendalikan harga barang dan jasa dengan kenaikan 2% pada periode Januari-September 1999. Indeks IHSG naik dari 200 poin menjadi 588 poin setelah 17 bulan memimpin. Tentu, indikator-indikator kesuksesan ekonomi era Habibie tidak dapat diikuti dengan baik oleh masa pemerintah Megawati maupun SBY.

Beberapa keberhasilan ekonomi di era Habibie sebenarnya tidak lepas dari usaha keras dan perubahan mendasar dari para tokoh reformis yang duduk di kabinet seperti Adi Sasono (Men. Koperasi), Soleh Salahuddin (Men. Kehutanan dan Perkebunan), Tanri Abeng (Men. BUMN). Namun, perlu disadari bahwa Habibie bukanlah presiden yang benar-benar reformis dalam menolak kebijakan ekonomi ala IMF. Dengan keterbatasannya, beliau terpaksa menjalana 50 butir kesepakatan (LoI) antara pemerintah Indonesia dengan IMF, sehingga penangganan krisis ekonomi di Indonesia pada hakikatnya lebih pada penyembuhan dengan “obat generik”, bukan penyembuhan ekonomi “terapis” ataupun “obat tradisional”. Sehingga ketika meninggalkan tampuk kekuasaan, Indonesia masih rapuh.

Disisi lain, Habibie masih sangat mempercayai tokoh-tokoh Orba duduk di kabinetnya, padahal masyarakat menuntut reformasi. Dan tampaknya, Habibie memang menempatkan dirinya sebagai Presiden Transisi, bukan Presiden yang Reformis.

Habibie : Cendekiawan Muslim

Kekuasaan adalah amanah dan titipan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, bagi mereka yang percaya atas eksistensi-Nya. Bagi mereka yang tidak percaya atas eksistensi-Nya, kekuasaan adalah amanah dan titipan rakyat. Pemilik kekuasaan tersebut, setiap saat dapat mengambil kembali milik Nya dengan cara apa saja.

(Habibie : Detik Detik yang Menentukan, halaman 31)

Selain memiliki kecerdasan yang tinggi (mungkin orang terjenius dari Indonesia), Habibie dikenal sebagai cendekiawan muslim yang taat sekaligus reformis. Dalam menghadapi berbagai kesulitan, Habibie tidak luput dari do’a dan sholat untuk mendapat petunjuk atau ilham. Mendapat jabatan sebagai Presiden bagi Habibie merupakan amanah dan titipan dari Allah untuk mengabdi dengan sepenuh hati.

Meskipun tidak terjun dalam dunia politik dan kekuasaan, Habibie tetap memberikan sumbangsih kepada bangsa Indonesia dengan mendirikan The Habibie Centre pada 10 November 1999. Habibie Center merupakan organisasi yang berusaha memajukan proses modernisasi dan demokratisasi di Indonesia yang didasarkan pada moralitas dan integritas budaya dan nilai-nilai agama. Ada dua misi utama Habibie centre yakni (1) menciptakan masyarakat demokratis secara kultural dan struktural yang mengakui, menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, serta mengkaji dan mengangkat isu-isu perkembangan demokrasi dan hak asasi manusia, dan (2) memajukan dan meningkatkan pengelolaan sumber daya manusia dan usaha sosialisasi teknologi. Beberapa kegiatan yang dikenal luas oleh masyarakat dari Habibie Centre yakni seminar, pemberian beasiswa dalam dan luar negeri, Habibie Award serta diskusi mengenai peningkatan SDM maupun IPTEK.

Selain mendirian The Habibie Centre, Habibie juga berjasa dalam pendirian Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) pada 7 Desember 1990 atas persetujuan Soeharto. ICMI merupakan wahana menampung cendekiawan-cendekiawan muslim untuk bersama-sama berkontribusi bagi bangsa dan masyarakat. Pada awalnya, ICMI didirikan untuk menampung aspirasi pengusaha non-China yang benci akan kekayaan dan pengaruh dari keluarga etnis China yang kaya. ICMI mempunyai bank sendiri dan koran harian yang diberi nama Republika. Banyak umat muslim yang ikut terdaftar dalam keanggotaan ICMI termasuk cendekiawan pengkritik pemerintah Soeharto yakni (Alm) Prof. Nurcholish Majid dan Prof. Amien Rais.

Kritikan Untuk Seorang Habibie ketika Menjadi Presiden

Tidak ada gading yang tidak tidak retak, begitu juga halnya pada diri BJ Habibie. Ada beberapa kepribadian dan sikap/kebijakan BJ Habibie khususnya di masa pemerintahannya yang kontroversial dan dianggap buruk. Dibidang kepribadian, BJ Habibie dikenal sebagai orang yang kurang bisa dikritik (langsung reaktif), meskipun disisi lain beliau sangat menghargai pendapat orang lain, dan senang berdebat. Hal ini sangat mungkin disebabkan karena beliau terlampu jenius, terlalu cerdas. Salah satunya adalah kengototan Menristek BJ Habibie membeli 36 kapal perang bekas Jerman Timur pada 1992. Padahal terjadi pembengkakan pembelian kapal perang bekas dari USD 12.7 juta menjadi USD 1.1 miliar.

Ketika menjadi Presiden RI menggantikan Soeharto, banyak orang berharap agar BJ Habibie dapat bertindak tegas kepada Pak Harto yang diduga melakukan KKN, setidaknya gurita KKN di Cendana dan kroni Soeharto lainnya. Namun, selama menjadi Presiden RI, BJ Habibie tidak pernah memeriksa Soeharto. Pres Habibie dianggap memasang badan melindungi Soeharto sampai-sampai Jam Intel Kejagung Mayjen (Purn) Syamsal Djalal dipecat. Menurut pengakuan mantan Jam Intel Kejagung Syamsul Djalal, ia dipecat lantaran mengusulkan agar Pak Harto secepatnya dibawah ke pengadilan. Bisa dimaklumi pula bahwa Habibie dalam posisi dilematis, karena bagaimanapun Pak Harto adalah salah satu gurunya.

Hal lain yang menjadi catatan hitam Pak Habibie adalah penangangan kasus Bank Bali. Presiden BJ Habibie dianggap kurang serius menangani kasus yang melibatkan orang-orang yang dekat dengan Habibie. Mereka yang disebut-sebut terlibat dalam skandal Bank Bali diantaranya adalah Timmy Habibie (adik kandung Habibie), AA Baramuli (Ketua DPA), Setya Novanto (Wa.Bendara Golkar) dan Tanri Abeng. Dikalangan pengusaha, terlibat konglomerat hitam Djoko Tjandra yang selama ini dekat dengan petinggi Golkar.

Penutup

Setelah tulisan biografi Habibie yang “super panjang” ini, saya akan mengakhiri ceritera ini dengan beberapa poin harapan.

* Semoga “Habibie-Habibie” baru yang genius bermunculan di seantero nusantara sehingga Indonesia tidak hanya menjadi “penonton” atau konsumen atas produk-produk berteknologi
* Semoga generasi muda bangsa Indonesia memiliki semangat teknopreneur yang minimal sama dengan semangat Habibie dalam mengembangkan industri-industri strategis. Dan harapannya, orang-orang pintar dan cerdas Indonesia dapat memberikan karyanya bagi perkembangan industri Indonesia, bukan menghabiskan seluruh hidupnya di perusahaan asing.
* Para calon pemimpin dan para politisi partai perlu bercermin diri dan cobalah insaf agar “tidak gila kekuasaan”, dan ketika memegang kekuasaan jangan serakah (KKN) dan sombong.
* Saya bangga dengan sikap Habibie yang tidak mencalonkan diri sebagai presiden, namun beliau tetap memberikan kontribusi nyata melalui berbagai organisasinya seperti The Habibie Centre serta siap selalu memberikan masukan dan bimbingan bagi para politisi/penguasa melalui berbagai dialog atau seminar.
* Semoga Habibie terus memberikan sumbangsih pemikiran dan tenaganya bagi bangsa Indonesia dan selalu dikarunia fisik yang sehat.

Terima kasih, ech-nusantaraku 2 April 2009

Referensi :

* BJ Habibie.2006. Detik-Detik yang Menentukan. THC Mandiri : Jakarta (recommended)
* A. Makmur Makka. A True Life of Habibie. Pustaka Iman : Bandung (recommended)
* Wawancara Habibie di Impact (Youtube) (recommended)
* BJ Habibie – Biografi Tokoh Indonesia
* Wikiepedia – BJ Habibie Profile
* BBC : BJ Habibie Profile
* Nusantara News

Biografi Lengkap Gus Dur

Postingan kali ini kita akan membahas tentang Biografi Lengkap K.H. Abdurrachman Wachid atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur. Gus Dur adalah Bapak Demokrasi, Presiden RI ke empat yang telah menjadikan istana negara menjadi istana rakyat. Presiden yang berani menaikkan gaji PNS 100 % , Berani membela kebenaran meskipun harus menanggung segala resiko.

Latar Belakang Keluarga

Abdurrahman “Addakhil”, demikian nama lengkapnya. Secara leksikal, “Addakhil” berarti “Sang Penakluk”, sebuah nama yang diambil Wahid Hasyim, orang tuanya, dari seorang perintis Dinasti Umayyah yang telah menancapkan tonggak kejayaan Islam di Spanyol. Belakangan kata “Addakhil” tidak cukup dikenal dan diganti nama “Wahid”, Abdurrahman Wahid, dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. “Gus” adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berati “abang” atau “mas”.

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara yang dilahirkan di Denanyar Jombang Jawa Timur pada tanggal 4 Agustus 1940. Secara genetik Gus Dur adalah keturunan “darah biru”. Ayahnya, K.H. Wahid Hasyim adalah putra K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU)-organisasi massa Islam terbesar di Indonesia-dan pendiri Pesantren Tebu Ireng Jombang. Ibundanya, Ny. Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang, K.H. Bisri Syamsuri. Kakek dari pihak ibunya ini juga merupakan tokoh NU, yang menjadi Rais ‘Aam PBNU setelah K.H. Abdul Wahab Hasbullah. Dengan demikian, Gus Dur merupakan cucu dari dua ulama NU sekaligus, dan dua tokoh bangsa Indonesia.

Pada tahun 1949, ketika clash dengan pemerintahan Belanda telah berakhir, ayahnya diangkat sebagai Menteri Agama pertama, sehingga keluarga Wahid Hasyim pindah ke Jakarta. Dengan demikian suasana baru telah dimasukinya. Tamu-tamu, yang terdiri dari para tokoh-dengan berbagai bidang profesi-yang sebelumnya telah dijumpai di rumah kakeknya, terus berlanjut ketika ayahnya menjadi Menteri agama. Hal ini memberikan pengalaman tersendiri bagi seorang anak bernama Abdurrahman Wahid. Secara tidak langsung, Gus Dur juga mulai berkenalan dengan dunia politik yang didengar dari kolega ayahnya yang sering mangkal di rumahnya.

Sejak masa kanak-kanak, ibunya telah ditandai berbagai isyarat bahwa Gus Dur akan mengalami garis hidup yang berbeda dan memiliki kesadaran penuh akan tanggung jawab terhadap NU. Pada bulan April 1953, Gus Dur pergi bersama ayahnya mengendarai mobil ke daerah Jawa Barat untuk meresmikan madrasah baru. Di suatu tempat di sepanjang pegunungan antara Cimahi dan Bandung, mobilnya mengalami kecelakaan. Gus Dur bisa diselamatkan, akan tetapi ayahnya meninggal. Kematian ayahnya membawa pengaruh tersendiri dalam kehidupannya.

Dalam kesehariannya, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca dan rajin memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Selain itu ia juga aktif berkunjung keperpustakaan umum di Jakarta. Pada usia belasan tahun Gus Dur telah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar, novel dan buku-buku yang agak serius. Karya-karya yang dibaca oleh Gus Dur tidak hanya cerita-cerita, utamanya cerita silat dan fiksi, akan tetapi wacana tentang filsafat dan dokumen-dokumen manca negara tidak luput dari perhatianya.

Di samping membaca, tokoh satu ini senang pula bermain bola, catur dan musik. Dengan demikian, tidak heran jika Gus Dur pernah diminta untuk menjadi komentator sepak bola di televisi. Kegemaran lainnya, yang ikut juga melengkapi hobinya adalah menonton bioskop. Kegemarannya ini menimbulkan apresiasi yang mendalam dalam dunia film. Inilah sebabnya mengapa Gu Dur pada tahun 1986-1987 diangkat sebagai ketua juri Festival Film Indonesia.

Masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua tempat inilah pengembangan ilmu pengetahuan mulai meningkat. Masa berikutnya, Gus Dur tinggal di Jombang, di pesantren Tambak Beras, sampai kemudian melanjutkan studinya di Mesir. Sebelum berangkat ke Mesir, pamannya telah melamarkan seorang gadis untuknya, yaitu Sinta Nuriyah anak Haji Muh. Sakur. Perkawinannya dilaksanakan ketika ia berada di Mesir.

Pengalaman Pendidikan

Pertama kali belajar, Gus Dur kecil belajar pada sang kakek, K.H. Hasyim Asy’ari. Saat serumah dengan kakeknya, ia diajari mengaji dan membaca al-Qur’an. Dalam usia lima tahun ia telah lancar membaca al-Qur’an. Pada saat sang ayah pindah ke Jakarta, di samping belajar formal di sekolah, Gus Dur masuk juga mengikuti les privat Bahasa Belanda. Guru lesnya bernama Willem Buhl, seorang Jerman yang telah masuk Islam, yang mengganti namanya dengan Iskandar. Untuk menambah pelajaran Bahasa Belanda tersebut, Buhl selalu menyajikan musik klasik yang biasa dinikmati oleh orang dewasa. Inilah pertama kali persentuhan Gu Dur dengan dunia Barat dan dari sini pula Gus Dur mulai tertarik dan mencintai musik klasik.

Menjelang kelulusannya di Sekolah Dasar, Gus Dur memenangkan lomba karya tulis (mengarang) se-wilayah kota Jakarta dan menerima hadiah dari pemerintah. Pengalaman ini menjelaskan bahwa Gus Dur telah mampu menuangkan gagasan/ide-idenya dalam sebuah tulisan. Karenanya wajar jika pada masa kemudian tulisan-tulisan Gus Dur menghiasai berbagai media massa.

Setelah lulus dari Sekolah Dasar, Gus Dur dikirim orang tuanya untuk belajar di Yogyakarta. Pada tahun 1953 ia masuk SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Gowongan, sambil mondok di pesantren Krapyak. Sekolah ini meskipun dikelola oleh Gereja Katolik Roma, akan tetapi sepenuhnya menggunakan kurikulum sekuler. Di sekolah ini pula pertama kali Gus Dur belajar Bahasa Inggris. Karena merasa terkekang hidup dalam dunia pesantren, akhirnya ia minta pindah ke kota dan tinggal di rumah Haji Junaidi, seorang pimpinan lokal Muhammadiyah dan orang yang berpengaruh di SMEP. Kegiatan rutinnya, setelah shalat subuh mengaji pada K.H. Ma’sum Krapyak, siang hari sekolah di SMEP, dan pada malam hari ia ikut berdiskusi bersama dengan Haji Junaidi dan anggota Muhammadiyah lainnya.

Ketika menjadi siswa sekolah lanjutan pertama tersebut, hobi membacanya semakin mendapatkan tempat. Gus Dur, misalnya, didorong oleh gurunya untuk menguasai Bahasa Inggris, sehingga dalam waktu satu-dua tahun Gus Dur menghabiskan beberapa buku dalam bahasa Inggris.

Di antara buku-buku yang pernah dibacanya adalah karya Ernest Hemingway, John Steinbach, dan William Faulkner. Di samping itu, ia juga membaca sampai tuntas beberapa karya Johan Huizinga, Andre Malraux, Ortega Y. Gasset, dan beberapa karya penulis Rusia, seperti: Pushkin, Tolstoy, Dostoevsky dan Mikhail Sholokov. Gus Dur juga melahap habis beberapa karya Wiill Durant yang berjudul ‘The Story of Civilazation’. Selain belajar dengan membaca buku-buku berbahasa Inggris, untuk meningkatan kemampuan bahasa Ingrisnya sekaligus untuk menggali informasi, Gus Dur aktif mendengarkan siaran lewat radio Voice of America dan BBC London. Ketika mengetahui bahwa Gus Dur pandai dalam bahasa Inggis, Pak Sumatri-seorang guru SMEP yang juga anggota Partai Komunis-memberi buku karya Lenin ‘What is To Be Done’ . Pada saat yang sama, anak yang memasuki masuki masa remaja ini telah mengenal Das Kapital-nya Karl Marx, filsafat Plato,Thales, dan sebagainya. Dari paparan ini tergambar dengan jelas kekayaan informasi dan keluasan wawasan Gus Dur.

Setamat dari SMEP Gus Dur melanjutkan belajarnya di Pesantren Tegarejo Magelang Jawa Tengah. Pesantren ini diasuh oleh K.H. Chudhari, sosok kyai yang humanis, saleh dan guru dicintai. Kyai Chudhari inilah yang memperkenalkan Gus Dur dengan ritus-ritus sufi dan menanamkan praktek-praktek ritual mistik. Di bawah bimbingan kyai ini pula, Gus Dur mulai mengadakan ziarah ke kuburan-kuburan keramat para wali di Jawa. Pada saat masuk ke pesantren ini, Gus Dur membawa seluruh koleksi buku-bukunya, yang membuat santri-santri lain terheran-heran. Pada saat ini pula Gus Dur telah mampu menunjukkan kemampuannya dalam berhumor dan berbicara.

Dalam kaitan dengan yang terakhir ini ada sebuah kisah menarik yang patut diungkap dalam paparan ini adalah pada acara imtihan-pesta akbar yang diselenggarakan sebelum puasa pada saat perpisahan santri yang selesai menamatkan belajar-dengan menyediakan makanan dan minuman dan mendatangkan semua hiburan rakyat, seperti: Gamelan, tarian tradisional, kuda lumping, jathilan, dan sebagainya. Jelas, hiburan-hiburan seperti tersebut di atas sangat tabu bagi dunia pesantren pada umumnya. Akan tetapi itu ada dan terjadi di Pesantren Tegalrejo.

Setelah menghabiskan dua tahun di pesantren Tegalrejo, Gus Dur pindah kembali ke Jombang, dan tinggal di Pesantren Tambak Beras. Saat itu usianya mendekati 20 tahun, sehingga di pesantren milik pamannya, K.H. Abdul Fatah, ia menjadi seorang ustadz, dan menjadi ketua keamanan. Pada usia 22 tahun, Gus Dur berangkat ke tanah suci, untuk menunaikan ibadah haji, yang kemudian diteruskan ke Mesir untuk melanjutkan studi di Universitas al-Azhar. Pertama kali sampai di Mesir, ia merasa kecewa karena tidak dapat langsung masuk dalam Universitas al-Azhar, akan tetapi harus masuk Aliyah (semacam sekolah persiapan). Di sekolah ia merasa bosan, karena harus mengulang mata pelajaran yang telah ditempuhnya di Indonesia. Untuk menghilangkan kebosanan, Gus Dur sering mengunjungi perpustakaan dan pusat layanan informasi Amerika (USIS) dan toko-toko buku dimana ia dapat memperoleh buku-buku yang dikehendaki.

Terdapat kondisi yang menguntungkan saat Gus Dur berada di Mesir, di bawah pemerintahan Presiden Gamal Abdul Nasr, seorang nasioonalis yang dinamis, Kairo menjadi era keemasan kaum intelektual. Kebebasan untuk mengeluarkkan pendapat mendapat perlindungan yang cukup. Pada tahun 1966 Gus Dur pindah ke Irak, sebuah negara modern yang memiliki peradaban Islam yang cukup maju. Di Irak ia masuk dalam Departement of Religion di Universitas Bagdad samapi tahun 1970. Selama di Baghdad Gus Dur mempunyai pengalaman hidup yang berbeda dengan di Mesir. Di kota seribu satu malam ini Gus Dur mendapatkan rangsangan intelektual yang tidak didapatkan di Mesir. Pada waktu yang sama ia kembali bersentuhan dengan buku-buku besar karya sarjana orientalis Barat. Ia kembali menekuni hobinya secara intensif dengan membaca hampir semua buku yang ada di Universitas.

Di luar dunia kampus, Gus Dur rajin mengunjungi makam-makam keramat para wali, termasuk makam Syekh Abdul Qadir al-Jailani, pendiri jamaah tarekat Qadiriyah. Ia juga menggeluti ajaran Imam Junaid al-Baghdadi, seorang pendiri aliran tasawuf yang diikuti oleh jamaah NU. Di sinilah Gus Dur menemukan sumber spiritualitasnya. Kodisi politik yang terjadi di Irak, ikut mempengaruhi perkembangan pemikiran politik Gus Dur pada saat itu. Kekagumannya pada kekuatan nasionalisme Arab, khususnya kepada Saddam Husain sebagai salah satu tokohnya, menjadi luntur ketika syekh yang dikenalnya, Azis Badri tewas terbunuh.

Selepas belajar di Baghdad Gus Dur bermaksud melanjutkan studinya ke Eropa. Akan tetapi persyaratan yang ketat, utamanya dalam bahasa-misalnya untuk masuk dalam kajian klasik di Kohln, harus menguasai bahasa Hebraw, Yunani atau Latin dengan baik di samping bahasa Jerman-tidak dapat dipenuhinya, akhirnya yang dilakukan adalah melakukan kunjungan dan menjadi pelajar keliling, dari satu universitas ke universitas lainnya. Pada akhirnya ia menetap di Belanda selama enam bulan dan mendirikan Perkumpulan Pelajar Muslim Indonesia dan Malaysia yang tinggal di Eropa. Untuk biaya hidup dirantau, dua kali sebulan ia pergi ke pelabuhan untuk bekerja sebagai pembersih kapal tanker. Gus Dur juga sempat pergi ke McGill University di Kanada untuk mempelajari kajian-lkajian keislaman secara mendalam. Namun, akhirnya ia kembali ke Indoneisa setelah terilhami berita-berita yang menarik sekitar perkembangan dunia pesantren. Perjalanan keliling studi Gus Dur berakhir pada tahun 1971, ketika ia kembali ke Jawa dan mulai memasuki kehidupan barunya, yang sekaligus sebagai perjalanan awal kariernya.

Meski demikian, semangat belajar Gus Dur tidak surut. Buktinya pada tahun 1979 Gus Dur ditawari untuk belajar ke sebuah universitas di Australia guna mendapatkkan gelar doktor. Akan tetapi maksud yang baik itu tidak dapat dipenuhi, sebab semua promotor tidak sanggup, dan menggangap bahwa Gus Dur tidak membutuhkan gelar tersebut. Memang dalam kenyataannya beberapa disertasi calon doktor dari Australia justru dikirimkan kepada Gus Dur untuk dikoreksi, dibimbing yang kemudian dipertahankan di hadapan sidang akademik.

Perjalanan Karir

Sepulang dari pegembaraanya mencari ilmu, Gus Dur kembali ke Jombang dan memilih menjadi guru. Pada tahun 1971, tokoh muda ini bergabung di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu Ireng Jombang. Tiga tahun kemudian ia menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng, dan pada tahun yang sama Gus Dur mulai menjadi penulis. Ia kembali menekuni bakatnya sebagaii penulis dan kolumnis. Lewat tulisan-tulisan tersebut gagasan pemikiran Gus Dur mulai mendapat perhatian banyak. Djohan Efendi, seorang intelektual terkemuka pada masanya, menilai bahwa Gus Dur adalah seorang pencerna, mencerna semua pemikiran yang dibacanya, kemudian diserap menjadi pemikirannya tersendiri. Sehingga tidak heran jika tulisan-tulisannya jarang menggunakan foot note.

Pada tahun 1974 Gus Dur diminta pamannya, K.H. Yusuf Hasyim untuk membantu di Pesantren Tebu Ireng Jombang dengan menjadi sekretaris. Dari sini Gus Dur mulai sering mendapatkan undangan menjadi nara sumber pada sejumlah forum diskusi keagamaan dan kepesantrenan, baik di dalam maupun luar negeri. Selanjutnya Gus Dur terlibat dalam kegiatan LSM. Pertama di LP3ES bersama Dawam Rahardjo, Aswab Mahasin dan Adi Sasono dalam proyek pengembangan pesantren, kemudian Gus Dur mendirikan P3M yang dimotori oleh LP3ES.

Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke Jakarta. Mula-mula ia merintis Pesantren Ciganjur. Sementara pada awal tahun 1980 Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib syuriah PBNU. Di sini Gus Dur terlibat dalam diskusi dan perdebatan yang serius mengenai masalah agama, sosial dan politik dengan berbagai kalangan lintas agama, suku dan disiplin. Gus Dur semakin serius menulis dan bergelut dengan dunianya, baik di lapangan kebudayaan, politik, maupun pemikiran keislaman. Karier yang dianggap ‘menyimpang’-dalam kapasitasnya sebagai seorang tokoh agama sekaligus pengurus PBNU-dan mengundang cibiran adalah ketika menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahunn 1983. Ia juga menjadi ketua juri dalam Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986, 1987.

Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-’aqdi yang diketuai K.H. As’ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar ke-28 di pesantren Krapyak Yogyakarta (1989), dan muktamar di Cipasung Jawa Barat (1994). Jabatan ketua umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden RI ke-4. Meskipun sudah menjadi presiden, ke-nyleneh-an Gus Dur tidak hilang, bahkan semakin diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat. Dahulu, mungkin hanya masyarakat tertentu, khususnya kalangan nahdliyin yang merasakan kontroversi gagasannya. Sekarang seluruh bangsa Indonesia ikut memikirkan kontroversi gagasan yang dilontarkan oleh K.H. Abdurrahman Wahid.

Catatan perjalanan karier Gus Dur yang patut dituangkan dalam pembahasan ini adalah menjadi ketua Forum Demokrasi untuk masa bakti 1991-1999, dengan sejumlah anggota yang terdiri dari berbagai kalangan, khususnya kalangan nasionalis dan non muslim. Anehnya lagi, Gus Dur menolak masuk dalam organisasi ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). Tidak hanya menolak bahkan menuduh organisai kaum ‘elit Islam’ tersebut dengan organisasi sektarian.

Dari paparan tersebut di atas memberikan gambaran betapa kompleks dan rumitnya perjalanan Gus Dur dalam meniti kehidupannya, bertemu dengan berbagai macam orang yang hidup dengan latar belakang ideologi, budaya, kepentingan, strata sosial dan pemikiran yang berbeda. Dari segi pemahaman keagamaan dan ideologi, Gus Dur melintasi jalan hidup yang lebih kompleks, mulai dari yang tradisional, ideologis, fundamentalis, sampai moderrnis dan sekuler. Dari segi kultural, Gus Dur mengalami hidup di tengah budaya Timur yang santun, tertutup, penuh basa-basi, sampai denga budaya Barat yang terbuka, modern dan liberal. Demikian juga persentuhannya dengan para pemikir, mulai dari yang konservatif, ortodoks sampai yang liberal dan radikal semua dialami.

Pemikiran Gus Dur mengenai agama diperoleh dari dunia pesantren. Lembaga inilah yang membentuk karakter keagamaan yang penuh etik, formal, dan struktural. Sementara pengembaraannya ke Timur Tengah telah mempertemukan Gus Dur dengan berbagai corak pemikirann Agama, dari yang konservatif, simbolik-fundamentalis sampai yang liberal-radikal. Dalam bidang kemanusiaan, pikiran-pikiran Gus Dur banyak dipengaruhi oleh para pemikir Barat dengan filsafat humanismenya. Secara rasa maupun praktek prilaku yang humanis, pengaruh para kyai yang mendidik dan membimbingnya mempunyai andil besar dalam membentuk pemikiran Gus Dur. Kisah tentang Kyai Fatah dari Tambak Beras, KH. Ali Ma’shum dari Krapyak dan Kyai Chudhori dari Tegalrejo telah membuat pribadi Gus Dur menjadi orang yang sangat peka pada sentuhan-sentuhan kemanusiaan.

Dari segi kultural, Gus Dur melintasi tiga model lapisan budaya. Pertama, Gus Dur bersentuhan dengan kultur dunia pesantren yang sangat hierarkis, tertutup, dan penuh dengan etika yang serba formal; kedua, dunia Timur yang terbuka dan keras; dan ketiga, budaya Barat yang liberal, rasioal dan sekuler. Kesemuanya tampak masuk dalam pribadi dan membetuk sinergi. Hampir tidak ada yang secara dominan berpengaruh membentuk pribadi Gus Dur. Sampai sekarang masing-masing melakukan dialog dalam diri Gus Dur. Inilah sebabnya mengapa Gus Dur selalu kelihatan dinamis dan suliit dipahami. Kebebasannya dalam berpikir dan luasnya cakrawala pemikiran yang dimilikinya melampaui batas-batas tradisionalisme yang dipegangi komunitasnya sendiri.

Karir Organisasi NU

Pada awal 1980-an, Gus Dur terjun mengurus Nahdlatul Ulama (NU) setelah tiga kali ditawarin oleh kakeknya. Dalam beberapa tahun, Gus Dur berhasil mereformasi tubuh NU sehingga membuat namanya semakin populer di kalangan NU. Pada Musyawarah Nasional 1984, Gus Dur didaulat sebagai Ketua Umum NU. Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus dalam mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan pesantren sehingga dapat menandingi sekolah sekular.

Selama memimpin organisasi massa NU, Gus Dur dikenal kritis terhadap pemerintahan Soeharto. Pada Maret 1992, Gus Dur berencana mengadakan Musyawarah Besar untuk merayakan ulang tahun NU ke-66 dan mengulang pernyataan dukungan NU terhadap Pancasila. Wahid merencanakan acara itu dihadiri oleh paling sedikit satu juta anggota NU. Namun, Soeharto menghalangi acara tersebut, memerintahkan polisi untuk mengembalikan bus berisi anggota NU ketika mereka tiba di Jakarta. Akan tetapi, acara itu dihadiri oleh 200.000 orang. Setelah acara, Gus Dur mengirim surat protes kepada Soeharto menyatakan bahwa NU tidak diberi kesempatan menampilkan Islam yang terbuka, adil dan toleran.

Menjelang Munas 1994, Gus Dur menominasikan dirinya untuk masa jabatan ketiga. Mendengar hal itu, Soeharto ingin agar Wahid tidak terpilih. Pada minggu-minggu sebelum Munas, pendukung Soeharto, seperti Habibie dan Harmoko berkampanye melawan terpilihnya kembali Gus Dur. Ketika musyawarah nasional diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat oleh ABRI dalam tindakan intimidasi. Terdapat juga usaha menyuap anggota NU untuk tidak memilihnya. Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua NU untuk masa jabatan ketiga. Selama masa ini, Gus Dur memulai aliansi politik dengan Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Megawati yang menggunakan nama ayahnya memiliki popularitas yang besar dan berencana tetap menekan rezim Soeharto.
Menjadi Presiden RI ke-4

Pada Juni 1999, partai PKB ikut serta dalam arena pemilu legislatif. PKB memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara. Dengan kemenangan partainya, Megawati memperkirakan akan memenangkan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDI-P tidak memiliki mayoritas penuh, sehingga membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli, Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi partai-partai Muslim. Poros Tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDI-P mulai berubah.

Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.

Tidak senang karena calon mereka gagal memenangkan pemilihan, pendukung Megawati mengamuk dan Gus Dur menyadari bahwa Megawati harus terpilih sebagai wakil presiden. Setelah meyakinkan jendral Wiranto untuk tidak ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan membuat PKB mendukung Megawati, Gus Dur pun berhasil meyakinkan Megawati untuk ikut serta. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.

Gus Dur
Pengabdian Sebagai Presiden RI ke-4

Pasca kejatuhan rezim Orde Baru pada 1998, Indonesia mengalami ancaman disintegrasi kedaulatan negara. Konflik meletus dibeberapa daerah dan ancaman separatis semakin nyata. Menghadapi hal itu, Gus Dur melakukan pendekatan yang lunak terhadap daerah-daerah yang berkecamuk. Terhadap Aceh, Gus Dur memberikan opsi referendum otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dilakukan Gus Dur dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut. Netralisasi Irian Jaya, dilakukan Gus Dur pada 30 Desember 1999 dengan mengunjungi ibukota Irian Jaya. Selama kunjungannya, Presiden Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.

Sebagai seorang Demokrat saya tidak bisa menghalangi keinginan rakyat Aceh untuk menentukan nasib sendiri. Tetapi sebagai seorang republik, saya diwajibkan untuk menjaga keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia.
Presiden Abdurrahman Wahid dalam wawancara dengan Radio Netherland

Benar… Gus Dur lah menjadi pemimpin yang meletak fondasi perdamaian Aceh. Pada pemerintahan Gus Durlah, pembicaraan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Indonesia menjadi terbuka. Padahal, sebelumnya, pembicaraan dengan GAM sesuatu yang tabu, sehingga peluang perdamaian seperti ditutup rapat, apalagi jika sampai mengakomodasi tuntutan kemerdekaan. Saat sejumlah tokoh nasional mengecam pendekatannya untuk Aceh, Gus Dur tetap memilih menempuh cara-cara penyelesaian yang lebih simpatik: mengajak tokoh GAM duduk satu meja untuk membahas penyelesaian Aceh secara damai. Bahkan, secara rahasia, Gus Dur mengirim Bondan Gunawan, Pjs Menteri Sekretaris Negara, menemui Panglima GAM Abdullah Syafii di pedalaman Pidie. Di masa Gus Dur pula, untuk pertama kalinya tercipta Jeda Kemanusiaan.

Selain usaha perdamaaian dalam wadah NKRI, Gus Dur disebut sebagai pionir dalam mereformasi militer agar keluar dari ruang politik. Dibidang pluralisme, Gus Dur menjadi Bapak “Tionghoa” Indonesia. Dialah tokoh nasional yang berani membela orang Tionghoa untuk mendapat hak yang sama sebagai warga negara. Pada tanggal 10 Maret 2004, beberapa tokoh Tionghoa Semarang memberikan penghargaan KH Abdurrahman Wahid sebagai “Bapak Tionghoa”. Hal ini tidak lepas dari jasa Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional yang kemudian diperjuangkan menjadi Hari Libur Nasional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Dan atas jasa Gus Dur pula akhirnya pemerintah mengesahkan Kongfucu sebagai agama resmi ke-6 di Indonesia.

Selain berani membela hak minoritas etnis Tionghoa, Gus Dur juga merupakan pemimpin tertinggi Indonesia pertama yang menyatakan permintaan maaf kepada para keluarga PKI yang mati dan disiksa (antara 500.000 hingga 800.000 jiwa) dalam gerakan pembersihan PKI oleh pemerintahan Orde Baru. Dalam hal ini, Gus Dur memang seorang tokoh pahlawan anti diskriminasi. Dia menjadi inspirator pemuka agama-agama untuk melihat kemajemukan suku, agama dan ras di Indonesia sebagian bagian dari kekayaan bangsa yang harus dipelihara dan disatukan sebagai kekuatan pembangunan bangsa yang besar.

Dalam kapasitas dan ‘ambisi’-nya, Presiden Abdurrahman Wahid sering melontarkan pendapat kontroversial. Ketika menjadi Presiden RI ke-4, ia tak gentar mengungkapkan sesuatu yang diyakininya benar kendati banyak orang sulit memahami dan bahkan menentangnya. Kendati suaranya sering mengundang kontroversi, tapi suara itu tak jarang malah menjadi kemudi arus perjalanan sosial, politik dan budaya ke depan. Dia memang seorang yang tak gentar menyatakan sesuatu yang diyakininya benar. Bahkan dia juga tak gentar menyatakan sesuatu yang berbeda dengan pendapat banyak orang. Jika diselisik, kebenaran itu memang seringkali tampak radikal dan mengundang kontroversi.

Kendati pendapatnya tidak selalu benar — untuk menyebut seringkali tidak benar menurut pandangan pihak lain — adalah suatu hal yang sulit dibantah bahwa banyak pendapatnya yang mengarahkan arus perjalanan bangsa pada rel yang benar sesuai dengan tujuan bangsa dalam Pembukaan UUD 1945. Bagi sebagian orang, pemikiran-pemikiran Gus Dur sudah terlalu jauh melampui zaman. Ketika ia berbicara pluralisme diawal diawal reformasi, orang-orang baru mulai menyadari pentingnya semangat pluralisme dalam membangun bangsa yang beragam di saat ini.

Dan apabila kita meniliki pada pemikirannya, maka akan kita dapatkan bahwa sebagian besar pendapatnya jauh dari interes politik pribadi atau kelompoknya. Ia berani berdiri di depan untuk kepentingan orang lain atau golongan lain yang diyakninya benar. Malah sering seperti berlawanan dengan suara kelompoknya sendiri. Juga bahkan ketika ia menjabat presiden, sepetinya jabatan itu tak mampu mengeremnya untuk menyatakan sesuatu. Sepertinya, ia melupakan jabatan politis yang empuk itu demi sesuatu yang diyakininya benar. Sehingga saat ia menjabat presiden, banyak orang menganggapnya aneh karena sering kali melontarkan pernyataan yang mengundang kontroversi.

Belum satu bulan menjabat presiden, Gus Dur sudah mencetuskan pendapat yang memerahkan kuping sebagian besar anggota DPR. Di hadapan sidang lembaga legislatif, yang anggotanya segaligus sebagai anggota MPR, yang baru saja memilihnya itu, Gus Dur menyebut para anggota legislatif itu seperti anak Taman Kanak-Kanak.

Selama menjadi Presiden RI itu, Gus Dur mendapat kritik karena seringnya melakukan kunjungan ke luar negeri sehingga dijuliki “Presiden Pewisata“. Pada tahun 2000, muncul dua skandal yang menimpa Presiden Gus Dur yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate. Pada bulan Mei 2000, BULOG melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil uang. Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat dalam skandal ini. Pada waktu yang sama, Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun, Gus Dur gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut skandal Bruneigate.

Dua skandal “Buloggate” dan “Brunaigate” menjadi senjata bagi para musuh politik Gus Dur untuk menjatuhkan jabatan kepresidenannya. Pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa Sidang Istimewa MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta dan juga menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai bentuk penunjukan kekuatan. Gus Dur kemudian mengumumkan pemberlakuan dekrit yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR. Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli, MPR secara resmi memberhentikan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri.

Itulah akhir perjalanan Gus Dur menjadi Presiden selama 20 bulan. Selama 20 bulan memimpin, setidaknya Gus Dur telah membantu memimpin bangsa untuk berjalan menuju proses reformasi yang lebih baik. Pemikiran dan kebijakannya yang tetap mempertahankan NKRI dalam wadah kemajukan berdemokrasi sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila merupakan jasa yang tidak terlupakan.
Hal-Hal Positif dari Gus Dur

All religions insist on peace. From this we might think that the religious struggle for peace is simple … but it is not. The deep problem is that people use religion wrongly in pursuit of victory and triumph. This sad fact then leads to conflict with people who have different beliefs.
-KH Abdurrahman Wahid- (source)

Mantan Ketua DPP PKB, Hermawi Taslim yang selama 10 tahun terakhir turut bersama Gus Dur dalam segala aktivitasnya mengungkapkan tiga prinsip dalam hidup Gus Dur yang selalu ia sampaikan kepada orang-orang terdekatnya.

* Pertama : Akan selalu berpihak pada yang lemah.
* Kedua : Anti-diskriminasi dalam bentuk apa pun.
* Ketiga : Tidak pernah membenci orang, sekalipun disakiti.

Gus Dur merupakan salah tokoh bangsa yang berjuang paling depan melawan radikalisme agama. Ketika radikalisme agama sedang kencang-kencangnya bertiup, Gus Dur menantangnya dengan berani. Dia bahkan mempersiapkan pasukan sendiri bila harus berhadapan melawan kekerasan yang dipicu agama. Gus Dur menentang semua kekerasan yang mengatasnamakan agama. Dia juga pejuang yang tidak mengenal hambatan.

Gus Dur dalam pemerintahannya telah menghapus praktik diskriminasi di Indonesia. Tak berlebihan kiranya bila negara dan rakyat Indonesia memberikan penghargaan setinggi-tingginya atas darma dan baktinya. Layaknya kiranya Gus Dur mendapat penghargaan sebagai Bapak Pluralisme dan Demokratisasi di Indonesia.
Doktor kehormatan dan Penghargaan Lain

Dikancah internasional, Gus Dur banyak memperoleh gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dibidang humanitarian, pluralisme, perdamaian dan demokrasi dari berbagai lembaga pendidikan diantaranya :

* Doktor Kehormatan dari Jawaharlal Nehru University, India (2000)
* Doktor Kehormatan dari Twente University, Belanda (2000)
* Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Sorborne University, Paris, Perancis (2000)
* Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Thammasat University, Bangkok, Thailand (2000)
* Doktor Kehormatan dari Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand (2000)
* Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)
* Doktor Kehormatan dari Soka Gakkai University, Tokyo, Jepang (2002)
* Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Netanya University, Israel (2003)
* Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Konkuk University, Seoul, Korea Selatan (2003)
* Doktor Kehormatan dari Sun Moon University, Seoul, Korea Selatan (2003)

Penghargaan-penghargaan lain :

* Penghargaan Dakwah Islam dari pemerintah Mesir (1991)
* Penghargaan Magsaysay dari Pemerintah Filipina atas usahanya mengembangkan hubungan antar-agama di Indonesia (1993)
* Bapak Tionghoa Indonesia (2004)
* Pejuang Kebebasan Pers

Selamat Jalan Gus Dur

Gus Dur wafat pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit, terutama gangguan ginjal, yang dideritanya sejak lama. Sebelum wafat ia harus menjalani hemodialisis (cuci darah) rutin. Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta ia sempat dirawat di Jombang seusai mengadakan perjalanan di Jawa Timur. Gus Dur di makamkan di Jombang Jawa Timur

Selamat jalan Gus Dur. Terima kasih atas pengabdian dan sumbangsihnya bagi rakyat dan bangsa ini. Jasa-jasamu dalam perjuangan Demokrasi dan Solidaritas antar umat beragama di Indonesia tidak akan kami lupakan. Semoga amal-jasa-ibadahnya mendapat tempat yang ‘agung’.

Refernsi :
wikipedia - gusdur.net -kompas - 3 Prinsip Hidup Gus Dur- nusantaranews.- orgawam

Biografi Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono)

Bahasan kali ini adalah tentang Biografi Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) yang kali ini sedang menjabat presiden RI untuk periode yang kedua

Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono adalah Presiden RI ke enam dan Presiden pertama yang dipilih langsung oleh Rakyat Indonesia. Bersama Drs. M. Jusuf Kalla sebagai wakil presidennya, beliau terpilih dalam pemilihan presiden di 2004 dengan mengusung agenda "Indonesia yang lebih Adil, Damai, Sejahtera dan Demokratis", mengungguli Presiden Megawati Soekarnoputri dengan 60% suara pemilih. Pada 20 Oktober 2004 Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik beliau menjadi Presiden.


Pada tanggal 20 Oktober 2009, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono kembali di lantik sebagai Presiden RI untuk periode 2009-2014, setelah bersama pasangannya Prof. Dr. Boediono memenangkan Pemilihan Umum Presiden pada 8 Juli 2009 dalam satu putaran langsung dengan memperoleh 60,80%, mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.


Presiden SBY, seperti banyak rakyat memanggilnya, lahir pada 9 September 1949 di Pacitan, Jawa Timur. Seorang ilmuwan teruji, beliau meraih gelar Master in Management dari Webster University, Amerika Serikat tahun 1991. Lanjutan studinya berlangsung di Institut Pertanian Bogor, dan di 2004 meraih Doktor Ekonomi Pertanian.. Pada 2005, beliau memperoleh anugerah dua Doctor Honoris Causa, masing-masing dari almamaternya Webster University untuk ilmu hukum, dan dari Thammasat University di Thailand ilmu politik.


Susilo Bambang Yudhoyono meraih lulusan terbaik AKABRI Darat tahun 1973, dan terus mengabdi sebagai perwira TNI sepanjang 27 tahun. Beliau meraih pangkat Jenderal TNI pada tahun 2000. Sepanjang masa itu, beliau mengikuti serangkaian pendidikan dan pelatihan di Indonesia dan luar negeri, antara lain Seskoad dimana pernah pula menjadi dosen, serta Command and General Staff College di Amerika Serikat. Dalam tugas militernya, beliau menjadi komandan pasukan dan teritorial, perwira staf, pelatih dan dosen, baik di daerah operasi maupun markas besar. Penugasan itu diantaranya, Komandan Brigade Infanteri Lintas Udara 17 Kostrad, Panglima Kodam II Sriwijaya dan Kepala Staf Teritorial TNI.


Selain di dalam negeri, beliau juga bertugas pada misi-misi luar negeri, seperti ketika menjadi Chief Military Observer United Nations Peace Keeping Operations (CMO UNPKO) dan Komandan Kontingen Indonesia di Bosnia Herzegovina pada 1995-1996.


Setelah mengabdi sebagai perwira TNI selama 27 tahun, beliau mengalami percepatan masa pensiun maju 5 tahun ketika menjabat Menteri di tahun 2000. Atas pengabdiannya, beliau menerima 24 tanda kehormatan dan bintang jasa, diantaranya Satya Lencana PBB UNPKF, Bintang Dharma dan Bintang Maha Putra Adipurna. Atas jasa-jasanya yang melebihi panggilan tugas, beliau menerima bintang jasa tertinggi di Indonesia, Bintang Republik Indonesia Adipurna.


Sebelum dipilih rakyat dalam pemilihan presiden langsung, Presiden Yudhoyono melaksanakan banyak tugas-tugas pemerintahan, termasuk sebagai Menteri Pertambangan dan Energi serta Menteri Koordinator Politik, Sosial dan Keamanan pada Kabinet Persatuan Nasional di jaman Presiden Abdurrahman Wahid. Beliau juga bertugas sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan dalam Kabinet Gotong-Royong di masa Presiden Megawati Soekarnoputri. Pada saat bertugas sebagai Menteri Koordinator inilah beliau dikenal luas di dunia internasional karena memimpin upaya-upaya Indonesia memerangi terorisme.


Presiden Yudhoyono juga dikenal aktif dalam berbagai organisasi masyarakat sipil. Beliau pernah menjabat sebagai Co-Chairman of the Governing Board of the Partnership for the Governance Reform, suatu upaya bersama Indonesia dan organisasi-organisasi internasional untuk meningkatkan tata kepemerintahan di Indonesia. Beliau adalah juga Ketua Dewan Pembina di Brighten Institute, sebuah lembaga kajian tentang teori dan praktik kebijakan pembangunan nasional.


Pada beberapa tahun terakhir, Presiden Yudhoyono juga berperan aktif dalam berbagai forum internasional, termasuk dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup. Sejak pelaksanaan Konferensi Bali mengenai Perubahan Iklim di tahun 2007, yang menghasilkan Bali Road Map, hingga pertemuan sejenis di Kopenhagen yang menghasilkan Copenhagen Accord,Presiden Yudhoyono selalu memberikan kontribusi nyata. Presiden Yudhoyono juga memprakarsai terbentuknya Coral Triangle Initiative,yang merupakan upaya kerjasama antara Indonesia, Malaysia, Philipina, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Timor Leste dan Brunei Darussalam, dalam melindungi keanekaragaman sumber daya hayati lautan di wilayah ini, serta terbentuknya Forest - 11 (F-11), kelompok negara-negara pemilik hutan tropis di dunia. Atas berbagai upaya tersebut, pada pembukaan The 11th Special Session of The Governing Council/Global Ministerial Enviromental Forum pada bulan Februari 2010 lalu di Bali, Presiden Yudhoyono mendapatkan penghargaan UNEP Award Leadership in Marine and Ocean Management.


Presiden Yudhoyono adalah seorang penggemar baca dengan koleksi belasan ribu buku, dan telah menulis sejumlah buku dan artikel seperti: Transforming Indonesia: Selected International Speeches (2005), Peace deal with Aceh is just a beginning (2005), The Making of a Hero (2005), Revitalization of the Indonesian Economy: Business, Politics and Good Governance (2002), dan Coping with the Crisis - Securing the Reform (1999). Ada pula Taman Kehidupan, sebuah antologi yang ditulisnya pada 2004. Presiden Yudhoyono adalah penutur fasih bahasa Inggris.


Presiden Yudhoyono adalah seorang Muslim yang taat. Beliau menikah dengan Ibu Ani Herrawati dan mereka dikaruniai dengan dua anak lelaki. Pertama, Kapten Inf Agus Harimurti Yudhoyono, lulusan terbaik Akademi Militer tahun 2000 dan telah menyelesaikan Program Master di bidang Strategic Studies di IDSS, Nanyang Technological University, Singapura. Pada akhir bulan mei 2010 yang bersangkutan juga telah menyelesaikan Program Master di bidang Public Policy di Kennedy School of Goverment, Harvard University, Amerika Serikat. Telah menikah dengan Annisa Larasati Pohan, dan dikaruniai seorang putri, Almira Tunggadewi Yudhoyono.


Kedua, Edie Baskoro Yudhoyono, lulusan bachelor of Commerce Finance dan Electronic Commerce dari Curtin University of Technology,Perth, Western Australia, serta lulusan Program Master bidang International Political Economy di S. Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University (NTU) Singapura. Saat ini aktif sebagai anggota DPR RI dan sebagai Sekretaris Jenderal Partai Demokrat.

Nama : Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono

Lahir : Pacitan, Jawa Timur, 9 September 1949

Agama : Islam

Jabatan : Presiden Republik Indonesia ke-6

Istri : Kristiani Herawati, putri ketiga (Alm) Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo

Anak : Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono

Ayah : Letnan Satu (Peltu) R. Soekotji

Ibu : Sitti Habibah

Pendidikan :

* Akademi Angkatan Bersenjata RI (Akabri) tahun 1973
* American Language Course, Lackland, Texas AS, 1976
* Airbone and Ranger Course, Fort Benning , AS, 1976
* Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983
* On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983
* Jungle Warfare School, Panama, 1983
* Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984
* Kursus Komando Batalyon, 1985
* Sekolah Komando Angkatan Darat, 1988-1989
* Command and General Staff College, Fort Leavenwort, Kansas, AS
* Master of Art (MA) dari Management Webster University, Missouri, AS

Karier :

* Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (1974-1976)
* Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad (1976-1977)
* Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977)
* Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978)
* Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981)
* Paban Muda Sops SUAD (1981-1982)
* Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
* Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988)
* Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988)
* Dosen Seskoad (1989-1992)
* Korspri Pangab (1993)
* Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994)
* Asops Kodam Jaya (1994-1995)
* Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995)
* Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina (sejak awal November 1995)
* Kasdam Jaya (1996-hanya lima bulan)
* Pangdam II/Sriwijaya (1996-) sekaligus Ketua Bakorstanasda
* Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998)
* Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI (1998-1999)
* Mentamben (sejak 26 Oktober 1999)
* Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid)
* Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Sukarnopotri) mengundurkan diri 11 Maret 2004

Penugasan : Operasi Timor Timur 1979-1980 dan 1986-1988

Penghargaan :

* Adi Makayasa (lulusan terbaik Akabri 1973)
* Tri Sakti Wiratama (Prestasi Tertinggi Gabungan Mental Fisik, dan Intelek), 1973
* Satya Lencana Seroja, 1976
* Honorour Graduated IOAC, USA, 1983
* Satya Lencana Dwija Sista, 1985
* Lulusan terbaik Seskoad Susreg XXVI, 1989
* Dosen Terbaik Seskoad, 1989
* Satya Lencana Santi Dharma, 1996
* Satya Lencana United Nations Peacekeeping Force (UNPF), 1996
* Satya Lencana United Nations Transitional Authority in Eastern Slavonia, Baranja, and Western Sirmium (UNTAES), 1996
* Bintang Kartika Eka Paksi Nararya, 1998
* Bintang Yudha Dharma Nararya, 1998
* Wing Penerbang TNI-AU, 1998
* Wing Kapal Selam TNI-AL, 1998
* Bintang Kartika Eka Paksi Pratama, 1999
* Bintang Yudha Dharma Pratama, 1999
* Bintang Dharma, 1999
* Bintang Maha Putera Utama, 1999
* Tokoh Berbahasa Lisan Terbaik, 2003
* Bintang Asia (Star of Asia) dari BusinessWeek, 2005
* Bintang Kehormatan Darjah Kerabat Laila Utama dari Sultan Brunei
* Doktor Honoris Causa dari Universitas Keio, 2006

Alamat : Jl. Alternatif Cibubur Puri Cikeas Indah No. 2 Desa Nagrag Kec. Gunung Putri Bogor 16967

Refrensi :

- http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id/biography/idx.asp?presiden=sby
- http://www.ghabo.com/gpedia/index.php/Susilo_Bambang_Yudhoyono
-
http://www.presidenri.go.id/index.php/statik/profil/
- http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/06/biografi-presiden-susilo-bambang_10.html
Copyright 2011. All rights reserved.
artist photos